Oasis Reuni Setelah 16 Tahun, Tapi Dunia Sudah Tak Sama Lagi

Oasis Reuni Setelah 16 Tahun, Tapi Dunia Sudah Tak Sama Lagi

SURAT KABAR -Setelah 16 tahun vakum dan konflik yang nyaris permanen, Oasis kembali naik ke atas panggung. Tapi pertanyaannya: apakah dunia hari ini masih membutuhkan Oasis seperti dulu?

Pada Jumat malam, 4 Juli 2025, di Principality Stadium, Cardiff, Wales, band legendaris asal Manchester itu memulai konser perdana dalam rangkaian tur dunia bertajuk “Oasis Live ’25”. Penampilan ini disambut euforia puluhan ribu penggemar, tapi lebih dari sekadar nostalgia, momen itu juga menggarisbawahi kegelisahan: bisakah musik masa lalu menjawab pertanyaan-pertanyaan hari ini?

Oasis membuka konser dengan lagu “Hello”, pembuka dari album klasik mereka "(What's the Story) Morning Glory?" (1995). Tepuk tangan membahana. Liam Gallagher menyapa penonton dengan gaya khasnya:
“Ya, kalian orang-orang yang cantik. Sudah lama sekali! Oasis ada di sekitar sini,” ujar Liam, dikutip dari VOI.

Tapi di balik antusiasme itu, ada pertanyaan yang menggantung: adakah hal baru yang ditawarkan dari reuni ini selain romantisme kolektif?

Tur ini digadang-gadang sebagai “comeback besar” Oasis. Total 23 lagu dibawakan, mulai dari “Acquiesce”, “Morning Glory”, “Some Might Say”, “Bring It On Down”, “Cigarettes & Alcohol”, “Fade Away”, “Supersonic”, hingga “Half The World Away”. Semuanya adalah nomor-nomor lama yang selama ini hanya hidup di rekaman dan kenangan.

Dari segi produksi, konser ini tampak megah. Bendera Manchester City, klub sepak bola kesayangan Noel Gallagher, dibentangkan di atas amplifier miliknya, seperti simbol bahwa identitas mereka tetap tak tergoyahkan. Tapi lagi-lagi, semuanya terasa seperti upaya keras mempertahankan masa lalu.

Momen emosional hadir saat Liam membawakan “Live Forever”, dipersembahkan untuk pemain Liverpool, Diogo Jota, yang tewas dalam kecelakaan di Spanyol bersama sang adik, Andre Silva. Musik dan tragedi, sekali lagi, saling membungkus.

Setelah jeda, Noel memperkenalkan personel band:
"Terima kasih banyak. Mari kita dengarkan Gem pada gitar, Andy Bell pada gitar bass, drummer ke-14 kita, Tn. Joey Waronker. Dan legenda hebat ini," ucapnya, menunjuk Bonehead, rekan lama yang ikut dalam reuni ini.

Encore dibuka dengan “The Masterplan”. Liam memberikan pesan yang cukup menyentil generasi baru:
"Lagu ini untuk semua orang berusia 20-an yang belum pernah melihat kami sebelumnya dan terus membuat lagu ini selama 20 tahun."

Konser ditutup dengan tiga lagu ikonik: “Don’t Look Back In Anger”, “Wonderwall”, dan “Champagne Supernova” lagu-lagu yang dulu menemani mereka saat dunia tampak sederhana dan penuh harapan.

Namun, di tengah teriakan penonton dan nostalgia yang mengalir deras, satu hal tetap tak terjawab: apakah Oasis kembali karena punya sesuatu untuk dikatakan, atau hanya karena akhirnya bisa berdamai dengan masa lalu mereka?

Konser ini membuktikan satu hal: Oasis masih bisa membuat orang menangis dan bernyanyi bersama. Tapi di dunia yang telah berubah drastis, pertanyaannya bukan lagi apakah Oasis bisa kembali, tapi apakah mereka masih relevan. (SAT)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar